Kampanye Cowok Keren ini dibuat oleh peserta remaja dari tim Blitar 2. Kampanye mereka didasari oleh riset, pengamatan serta diskusi dari beragam cara pandang antara peserta laki-laki dan perempuan tentang kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang pernah mereka alami dan ketahui. “KBGO itu awal, pintu masuk dari bentuk kekerasan yang lain,” kata Irnandini , peserta Blitar 2 ketika menyampaikan argumentasinya kenapa tema itu yang mereka pilih untuk dikampanyekan.
Sementara itu peserta remaja tim Ponorogo 1 memilih isu perkawinan anak yang disebabkan oleh Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD) untuk dikampanyekan karena tingginya kasus ini di sekitar tempat tinggal mereka. Di dalam kampanye ini, peserta juga memberikan informasi tentang apa dan bagaimana pacaran sehat yang menjadi salah satu tawaran solusi untuk mengurangi terjadinya KTD.
Dua (2) kampanye tadi adalah hasil dari lokakarya kampanye digital 19/21/… yang diikuti secara aktif oleh 65 remaja perempuan dan laki-laki dari kabupaten Ponorogo, Blitar dan Bojonegoro Secara keseluruhan, ada 6 tema yang dipilih oleh peserta Kampanye Digital Remaja 19/21/…. Selain 2 di atas, tema lainnya adalah kekerasan seksual dalam keluarga, bentuk-bentuk KBGO, kekerasan dalam pacaran dan trik dan tips untuk remaja agar bisa aman di semua platform sosial media. Tema dan topik mereka dapatkan dari pengalaman dekat yang kemudian diperas dan ditampilkan secara kreatif untuk ditampilkan di unggahan Instagram masing-masing akun peserta serentak selama 7 hari yaitu tanggal 1-7 April 2021. Hasil kampanye mereka luar biasa, melewati target yang mereka buat.
Lokakarya Kampanye Digital Remaja 19/21/…ini kami selenggarakan dengan dukungan Yayasan Kesehatan Perempuan dan Creating Space sebagai upaya mengurangi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan serta Perkawinan Anak di Indonesia. Keenam puluh lima (65) peserta yang terdiri dari 50 peserta perempuan dan 15 remaja laki-laki berusia 15-18 tahun ini berproses dalam 6 kelompok. Selama 6 minggu, mulai tanggal 27 Februari 2021 peserta belajar membuat kampanye digital secara kreatif didampingi mentor dan fasilitator. Tahapan belajar tersebut terdiri dari masterclass yang dilanjutkan dengan bekerja dalam tim, di mana satu kelompok yang terdiri dari 9-11 peserta dan didampingi oleh 1 fasilitator. Materi yang diberikan dalam masterclass adalah Kekerasan Pada Perempuan dan Anak dan Perkawinan Anak, Pubertas, Dasar-Dasar Remaja Bermedia, Dasar-dasar Bermedia Berbasis Pengalaman Dekat dan Produksi Konten Kreatif.
Peran fasilitator besar dalam kelas online ini, mereka berperan dalam memfasilitasi peserta di kelompok dalam memahami materi kelas, proyek individu dan proyek kelompok. Fasilitator memperlancar proses diskusi peserta dalam kelompok baik melalui Zoom, grup WhatsApp, atau medium lainnya. Dalam produksi materi kampanye, fasilitator memfasilitasi proses produksi materi kampanye digital kelompok sampai selesai. Selain itu fasilitator memastikan tiap peserta mengikuti alur perjalanan kelas dan berpartisipasi aktif dalam kerja kelompok.
Dalam metode kampanye berbasis pengalaman dekat ini, fasilitator memastikan proses tersebut berjalan dengan baik yaitu tiap peserta berperan dalam menentukan tema kelompok. Tema kelompok disepakati bersama setelah tiap peserta menceritakan pengalaman dirinya sendiri atau orang terdekatnya (sahabat, teman, tetangga) terkait isu kekerasan pada perempuan dan anak termasuk perkawinan anak yang menjadi payung isu kampanye ini.
Metode ini mengajak peserta untuk memahami bahwa pengalaman apapun terkait isu tersebut, baik langsung maupun tidak langsung penting untuk menyusun kampanye bersama. Peserta diajak untuk melakukan tanya jawab pada orang tersebut, sebagai cara untuk mencari tahu lebih dalam, mencari tahu yang benar, bukan mempercayai ‘katanya orang’, tapi mendengarkan apa yang dialami oleh korban. Mendengarkan sudut pandang korban adalah hal yang perlu dilakukan dalam membuat kampanye ini.
Proses tersebut bukan proses yang mudah untuk dilakukan secara online. Menjembatani perbedaan pengalaman, pemahaman dan cara pandang 10-13 peserta dalam satu tim membutuhkan fasilitator yang fasih dan berpengalaman mendampingi remaja. “Tantangan paling besar menurutku adalah mengajak remaja percaya diri untuk mengkampanyekan apa yang mereka pahami. Kampanye mereka akan efektif jika apa yang mereka kampanyekan adalah cerminan sikap dan pikiran mereka. Cara pandang remaja beda dan itu nggak papa banget untuk diungkapkan, malah bisa jadi inspirasi untuk remaja lain ,” kata Triarani, salah satu fasilitator dalam sesi evaluasi program.
Metode bermedia berdasarkan pengalaman dekat tersebut kami kembangkan sejak Kampung Halaman berdiri di tahun 2006. Saat itu media yang kami gunakan adalah video sehingga kami menyebutnya lokakarya video diary. Prinsip bermedia di dalam video diary itu kami kembangkan ke dalam bentuk media yang lain, dalam hal ini kami membuatnya masuk ke dalam kampanye digital dengan menggunakan akun instagram pribadi peserta karena disitu letak pembelajarannya, memberikan mereka pengalaman bagaimana menyebarkan cara pandang mereka ke remaja lain dan berinteraksi dengan orang-orang yang merespon kampanye mereka , baik respon positif maupun negatif. Kami juga bekali peserta tentang dasar-dasar keamanan bersosial media.
Model belajar dalam kelompok juga memberikan dampak yang baik meski dilakukan secara daring. Peserta yang sebelumnya tidak saling mengenal dalam kelas belajar mendengar pendapat dan pengalaman yang berbeda satu sama lain. Kampung Halaman juga memastikan kebijakan perlindungan dan keselamatan peserta dilakukan dari awal sampai akhir.
“Perasaanku senang dan bangga dapat pelajaran yang belum pernah kudapat. Aku disini belajar tentang KBGO yang sebenarnya memang pengalaman dekat. Teman-teman mulai terbuka, mendukung dan mulai berubah. Jadi ga sia-sia aku ikut ini. Bangga bisa mengubah teman-teman cowok. Setelah tahu apa itu KBGO, temanku berpikir ulang, ternyata dia ga masuk kategori cowok keren”, kata Bima Septa (16th) dari tim Blitar 2 sambil tersenyum riang.
Sementara itu Fitri Utami (18th) dari tim Ponorogo 2 bercerita, “Selama kampanye respon teman-teman baik, ternyata banyak temen yang belum tahu soal KBGO. Padahal di sini kasus Penyebaran PAP banyak. Akhirnya mereka sadar kalau selama ini yang mereka lakukan dengan PAP itu salah. Tapi banyak juga yang ga pedulian, tapi aku tetap sebarin aja lewat WA jadi mereka mau baca postinganku”.
Kampanye Digital Remaja 19/21/… ini adalah kerjasama kami yang kedua dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP). Sebelumnya, pada tahun 2012 YKP mengajak kami bekerjasama untuk kegiatan remaja bermedia di wilayah dampingannya di Bondowoso dengan menggunakan video diary dan media seni lain.
Dari peserta dan lokakarya ini kami belajar, bahwa dengan pendekatan yang tepat. remaja terbukti bisa menjadi lebih percaya diri dan keren.
Tertarik ikutan KAMPANYE DIGITAL REMAJA?
Bantu kami untuk bisa mewujudkan Kampanye Digital Remaja versi kamu selanjutnya.